Rabu, 16 September 2009

Menengok Sisi Lain Wajah Pariwisata Kotagede



Tidak dapat dibantah lagi bahwa salah satu ikon pariwisata di Indonesia yang cukup menonjol ialah Kota Yogyakarta. Bukan hanya sebagai kota pariwisata, Yogyakarta juga berhasil menyabet predikat sebagai kota budaya, pendidikan, sepeda, dan masih banyak lagi. Gelar kota pariwisata dapat diraih karena memang kota ini mampu menyuguhkan kepada wisatawan beraneka macam Objek dan Daya Tarik Wisata. Mulai dari wisata panorama alam, pendidikan, seni dan budaya, spiritual, sampai wisata kuliner. Semuanya itu dipersembahkan dengan kemasan yang sangat apik dan atraktif. Tidaklah mengherankan kalau Yogyakarta dipilih sebagai kota tujuan wisata setelah Pulau Bali.

Salah satu kota di Yogyakarta yang menjadi Objek dan Daya Tarik Wisata yang cukup populer ialah Kotagede. Kota ini berjarak sekitar 15 km dari pusat Kota Yogyakarta dan dapat ditempuh menggunakan angkutan umum seperti bus Trans Jogja ataupun kendaraan pribadi. Ketika mendengar nama Kotagede, maka yang akan muncul dalam benak kita semua ialah kerajinan perak. Tepat sekali! Perak memang sangat identik dengan Kotagede. Ada pepatah mengatakan jika berwisata ke Kotagede belum membeli souvenir perak, maka jangan pernah engkau mengatakan pernah ke Kotagede. Cukup menantang memang ! Tapi inilah kenyataan bahwa Kotagede tidak dapat dipisahkan dari perak. Industri perak berkembang pesat di Kotagede sejak tahun 1930-an. Industri kerajinan perak ini kemudian menyebar ke berbagai kampung lainnya, bahkan kampung yang dulu merupakan kampung buruh sekarang sudah tumbuh menjadi kampung kerajinan.
Ketika anda masuk objek wisata Kawasan Cagar Budaya Kotagede, anda jangan menaruh curiga hanya akan menemui industri perak saja, tetapi semua hal akan anda temui di kota ini jika anda mau meluangkan waktu anda untuk ‘blusukan’ ke permukiman penduduk. Anda tidak perlu takut akan dimarahi warga karena mondar-mandir di halaman rumah mereka. Warga setempat akan dengan senang hati memberikan senyuman manisnya kepada anda. Jika anda mau menyusuri jalan-jalan kampung di Kotagede maka anda akan menemui banyak sekali pengrajin baik perak, emas, tembaga, kulit, dan lainnya. Selain itu anda juga akan menemui beberapa peninggalan arkeologi yang terdapat di Kotagede diantaranya masjid besar Mataram, sendang seliran, makam raja-raja, pasar, dan lainnya. Yang tidak kalah seru adalah adanya beberapa kelompok yang berusaha menjaga kelestarian seni tradisional Kotagede.
Salah satu daya tarik wisata Kotagede yang kurang dikenal masyarakat luas ialah seni pertunjukan tradisional. Sejak dulu Kotagede merupakan salah satu pusat kebudayaan Jawa. Kesenian sebagai salah satu dari budaya masyarakat tumbuh dengan baik di kota ini. Di Kota ini anda dapat menyaksikan beberapa kesenian tradisional asli dari Kotagede diantaranya adalah karawitan. Atraksi kesenian ini dapat dijumpai di beberapa tempat di Kotagede dan para pelakunya biasanya tergabung dalam paguyuban kesenian. Keberadaan kelompok kesenian karawitan merupakan hasil inisiatif dari masyarakat sendiri sebagai aktivitas pengisi waktu dan bersifat musiman. Dalam kegiatan karawitan, kadang-kadang juga dimainkan beberapa kesenian yang lain diantaranya tari tradisional, macapatan, dan srandul. Untuk anda yang ingin menyaksikan seni karawitan, anda dapat datang ke Gedung Kesenian Kotagede setiap hari Selasa dan Jumat malam atau datang ke kampung Bumen, Kelurahan Purbayan yang memiliki banyak potensi seni tradisional. Gedung Kesenian terletak di Jalan Mondorakan tepatnya sebelah barat Pasar Kotagede.
Kesenian tradisional Kotagede yang tidak kalah menarik ialah Wayang Tingklung. Wayang tingklung merupakan sejenis kesenian wayang yang sangat unik karena berbeda dengan pertunjukan wayang pada umumnya. Dalam pertunjukan ini peran dalang tidak hanya diposisikan sebagai orang yang memainkan wayang dan penguasa jalan cerita, akan tetapi dalang juga melantunkan sendiri instrumen pengiring dengan suaranya. Dengan kata lain tidak ada alat musik gamelan, cukup bibir yang menirukan suara gamelan. Menarik kan? Pada mulanya bahan yang digunakan untuk membuat wayang berasal dari kertas karton namun kemudian diganti dengan bahan kulit. Tokoh-tokoh yang dimainkan menggunakan tokoh-tokoh pada wayang kulit purwa. Satu-satunya dalang wayang tingklung yang masih ada sampai saat ini ialah Ki Tjermo Soepardi Mudjihartono alias Mujiran dari dusun Citran. Lakon-lakon yang sering dimainkan adalah Babad Alas Martani dan Antasena Takon Bapa.
Jika anda ingin menyaksikan puluhan orang yang sudah lanjut usia beratraksi memamerkan keahliannya, maka sempatkanlah untuk melihat Seni Gejog Lesung. Kesenian ini berada dalam sebuah paguyuban yang dinamakan Paguyuban Seni Gejog Lesung Ngudi Wikrama Kotagede. Gejog lesung adalah pertunjukan kesenian yang menggunakan lesung (tempat menumbuk padi) sebagai alat musik. Anda akan melihat sekitar 20an orang berusia lanjut memainkan musik selama 15-20 menit. Lagu-lagu yang dimainkan adalah lagu-lagu dolanan yang dirangkai dengan sekar macapatan. Anda tertarik untuk menyaksikan? Jika anda tertarik, anda dapat menghubungi dahulu Bapak R. Kastoer di Jalan Ngeksigondo 24, Prenggan, Kotagede.
Di Kotagede kesenian yang berkembang cenderung ke arah seni religius. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari latar belakang masyarakat Kotagede yang religius sehingga turut mempengaruhi corak kesenian yang dihasilkan. Salah satu contoh kesenian tersebut ialah shalawatan. Shalawatan merupakan kesenian yang sudah menjadi tradisi sejak Kerajaan Mataram Islam. Pada awalnya, kegiatan ini hanya diadakan pada upacara peringatan Mi’raj Nabi Muhammad SAW yaitu untuk memberikan penghormatan kepada Nabi Muhammad. Syair yang dibacakan berisi tentang sejarah kehidupan Nabi Muhammad sebagai suri teladan. Kegiatan ini dipimpin oleh seorang dalang yang memberi komando kepada sekitar 20 orang yang terbagi sesuai dengan jenis nada yang dikuasai, untuk melantunkan syair shalawat. Alat musik yang digunakan adalah gong, kempul, dan geblu. Ketika melakukan shalawatan, harus disediakan sesaji dan keharusan untuk memakai pakaian adat Jawa bagi dalang dan para pemain. Pembaca syair hanya diperbolehkan memakan kencur dan brambang selama berlangsungnya acara. Bagi anda yang tertarik dengan kesenian ini, silakan datang pada hari Kamis Minggu kedua, bertempat di Kompleks Masjid Besar Mataram Kotagede. Acara biasanya berlangsung dari pukul 20.00 sampai 03.00 dini hari.
Kawasan Cagar Budaya Kotagede memang masih menyimpan banyak sekali potensi pariwisata yang layak untuk ditengok. Selama ini wisatawan hanya terfokus pada kerajinan perak ketika berkunjung ke Kotagede. Selain perak, wisatawan biasanya juga diarahkan untuk mengunjungi peninggalan-peninggalan sejarah seperti Masjid Besar Mataram. Jika mau menengok lebih dalam lagi, wisatawan bisa menikmati indahnya seni pertunjukan tradisional yang bukan tidak mungkin akan punah beberapa tahun lagi. Jadi masih ada kesempatan untuk berwisata ke Kotagede menikmati eksotisnya kesenian tradisional.

0 komentar:

 
© free template by Blogspot tutorial