Senin, 05 Oktober 2009

Masjid-masjid Tua di Aceh


Pertama kali mendapat pengaruh Islam, Aceh memiliki banyak peninggalan bersejarah, terutama masjid-masjid berusia ratusan tahun. Baik pada masa Kerajaan Samudera Pasai—kerajaan Islam pertama di Nusantara—maupun pada masa penjajahan, masjid-masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah, melainkan juga sebagai tempat kegiatan sosial, termasuk pendidikan. Bahkan, masjid juga sebagai pusat kebudayaan Islam.

Sebagian besar masjid itu sekarang kurang terawat. Kurang mendapat perhatian. Untuk itu, Direktorat Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata berusaha mewujudkan kesadaran sejarah masyarakat yang akhirnya mampu memperkokoh integrasi bangsa dengan cara memublikasikan fungsi dan peranan masjid-masjid bersejarah tersebut,” kata Direktur Nilai Sejarah Direktorat Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Sabri beberapa waktu lalu di Jakarta.

Sabri mengatakan, untuk memperkenalkan kembali masjid-masjid bersejarah di provinsi berjuluk ”Serambi Mekkah” itu, Depbudpar telah mengundang sejumlah wartawan mengunjungi masjid-masjid tua di Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Barat, dan Kota Sabang.

Kurang terawat

Keberadaan masjid pascabencana tsunami, 26 Desember 2004, seperti sebuah keajaiban yang diperlihatkan Sang Pencipta. Bayangkan, bangunan di sekitar roboh dan hanyut dihantam tsunami, tetapi masjid berdiri kokoh dan hanya sedikit mengalami kerusakan.

Warga yang berlindung di masjid selamat dari tsunami. Masjid Raya Baiturrahman dan Masjid Baiturrahim, di pusat Kota Banda Aceh, misalnya, sampai sekarang sudah menjadi tujuan wisata. Setiap hari masjid itu ramai dikunjungi wisatawan Nusantara dan mancanegara.

Kompas mencermati, tidak hanya di Kota Banda Aceh. Di kota/kabupaten lain di Provinsi Aceh juga memiliki kekayaan khazanah bangsa berupa masjid tua. Selain menarik digali dan dikaji sejarah dan arsitekturnya, masjid kuno di Aceh juga bisa dikembangkan sebagai obyek wisata spiritual.

”Provinsi Aceh memiliki banyak masjid bernilai sejarah, berusia ratusan tahun. Perlu digali kesejarahannya dan dikaji arsitekturnya untuk pengetahuan masyarakat. Juga menarik untuk dijadikan obyek wisata spiritual,” kata Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Irwandi Yusuf.

Bupati Aceh Besar Bukhari Daud secara terpisah di Indrapuri mengatakan, masjid tua di Aceh Besar, yakni Benteng Masjid Indrapuri, yang dibangun abad ke-10 Masehi, juga menginspirasi arsitektur Masjid Muslimin Pancasila di sejumlah daerah di Nusantara. Bahkan, masjid tertua dan terkenal di Demak pun mencontoh arsitektur Benteng Masjid Indrapuri.

Di Desa Manjing, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Aceh Barat, didapati masjid tua yang dimakan rayap, yakni Majid Tuha Manjing. ”Masjid ini sangat layak dijadikan benda cagar budaya dan direkonstruksi,” kata Dahlia, Kepala Seksi Pelestarian dan Pemanfaatan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Aceh.

Di Sabang, Masjid Jamik Baiturrahman, masjid tempat jemaah calon haji Indonesia dikarantina sebelum diberangkatkan dengan kapal ke Mekkah pada masa-masa sebelum 1924, karena kurang sosialisasi tentang benda cagar budaya sudah berubah bentuk.

”Masjid ini sangat bersejarah bagi umat Islam di Indonesia. Ketika orang Indonesia naik haji ke Mekkah, yang dulu satu-satunya dengan perjalanan laut, jemaah calon haji dari sejumlah daerah di Indonesia dikarantina di Masjid Jamik Baiturrahman sebelum diberangkatkan dari Pelabuhan Sabang. Di seputar masjid terdapat penginapan,” kata Jamin Seda, anggota staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Sabang.

Direktur Nilai Sejarah Direktorat Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata sangat menyayangkan kondisi Masjid Jamik Baiturrahman sudah berubah bentuk.

”Ini akibat kurang tersosialisasinya Undang-Undang tentang Benda Cagar Budaya di Provinsi Aceh. Mestinya, kalau ingin membangun masjid, jangan mengubah dan menghancurkan masjid tua yang sudah bisa dikategorikan benda cagar budaya. Namun, bangun masjid baru berdampingan dengan masjid tua,” kata Sabri.

Jika di Sabang masjid tua sudah berubah bentuk, di Kabupaten Pidie, masjid tua Tengku Chik di Pasi yang dibangun abad ke-17 di Gampong Guci Rumpong, Kecamatan Peukan Baro, tetap terpelihara baik. Di sisi kanan dibangun masjid baru yang lebih luas.

Walaupun terpelihara baik, sangat disayangkan juga karena terjadi perubahan mencolok, seperti pengecatan seluruh unsur-unsur bangunan, yaitu dinding, tiang, dan pola hias pada balok-balok pengikat.

Di depan masjid di sisi utara terdapat dua buah guci Siam dengan warna glasir coklat tua, yang diletakkan dalam sebuah cangkup, merupakan hadiah dari Kerajaan China. Air yang diambil dari guci, menurut warga setempat, diyakini bisa mengobati segala penyakit. Masjid tua ini banyak dikunjungi warga Aceh dan juga wisatawan luar negeri, terutama Malaysia.

Hal yang sama juga terjadi di Masjid Gunong Kelang di Gampong Gunong Kleng, Kecamatan Kaway XVI, Kabupaten Aceh Barat.

Masjid tua yang dibangun pada abad ke-20 ini (belum terdata tahun pembangunannya) juga dicat seluruh bangunannya.(YURNALDI)

0 komentar:

 
© free template by Blogspot tutorial